Minggu, 12 Oktober 2014

Wen-can Menolak Perpecahan




Cerita Budi Pekerti

Wen-can Menolak Perpecahan

Pada masa Dinasti Song hiduplah seorang yang bernama Zhou Wen-can. Dibawah bimbingan ayahbunda dan gurunya, sejak kecil sudah tahu berbakti pada ayahbunda dan menyayangi saudara-saudaranya sebagai dasar menjadi manusia seutuhnya. Dia memiliki seorang abang, mereka saling menyayangi dan menghormati. Saat masih kecil mereka sering bermain bersama di luar. Jika Wen-can kelelahan maka sang abang akan menggendongnya pulang ke rumah, di pundak abangnya Wen-can merasakan kehangatan seperti berada di pundak ayahbunda begitu nyaman dan terlindungi. 

Setelah mereka dewasa, ayahbunda meninggal dunia secara berturut-turut. Wen-can tinggal bersama abangnya, malangnya sang abang terjangkit ketagihan minuman keras, seringkali pulang dalam kondisi mabuk berat, selama setahun pekerjaan yang harus dilakukan akhirnya jadi terabaikan. Lama kelamaan, abang yang tadinya adalah tulang punggung keluarga kini malah berbalik harus mengandalkan adiknya Wen-can.

Kadang dalam kondisi sadar, dalam hati abangnya juga merasa sangat menyesal dan malu, sebagai seorang lelaki sejati, malah harus bergantung pada adiknya untuk menghidupinya, sungguh memalukan! Tetapi ketika ketagihan menguasai dirinya, di luar kendalinya kedua kakinya akan melangkah sendiri ke kedai arak. Segerombol teman minumnya juga sering datang ke rumah untuk mengajaknya, begitu dirayu sejenak dia langsung mengikuti ajakan mereka.

Wen-can yang melihat abangnya berprilaku sedemikian, di hatinya bukan saja tiada keluhan, malah selalu memaklumi kesehatan abang yang sedang tidak baik, perasaan abang yang sedang tidak gembira, selalu saja berlaku hormat pada sang abang, dengan tutur kata yang baik. Dalam lubuk hatinya, abang tetap adalah abang, yang memiliki hubungan mendalam dengannya, ibarat tangan dan kaki yang saling berkaitan, dirinya juga mampu menghidupi abangnya, abang adik seharusnya senantiasa akur menjalani kehidupan seterusnya, dengan demikian ayahbunda di surga barulah dapat merasa tenang dan terhibur!

Suatu senja, Wen-can sedang membaca buku di rumah, tiba-tiba mendengar suara bising di luar rumah, juga terdengar suara abangnya. Dia segera menutup bukunya dan melihat keluar, tampak abangnya yang sedang mabuk berat sambil bernyanyi ria, beberapa orang mengitari menonton prilaku abangnya sambil saling berkomentar satu sama lainnya.

Wen-can segera memapah abangnya, tak terduga sang abang malah mengeluarkan kata kasar padanya : “Kamu siapa? Mau apa kamu?” Tiba-tiba satu tamparan melayang mengenai wajah Wen-can. Wen-can yang terkejut dan tidak memiliki persiapan untuk menangkis serangan tersebut, seketika tubuhnya jatuh menghempas tanah, sebelum dia menyadari apa yang sedang terjadi, abangnya langsung memukulinya. Dengan luka di sekujur tubuhnya, Wen-can berusaha bangkit dan berdiri.

Para tetangga yang mendengar kabar ini segera berdatangan, sudah lama mereka merasa tidak puas terhadap prilaku sang abang yang terus menggantungkan hidupnya pada sang adik. Apalagi sekarang ditambah dengan adegan menyakitkan hati ini, mereka semakin merasa tidak adil.

Ada yang bilang : “Sungguh keterlaluan! Beraninya memukul adik kandung sendiri, juga tak pikir dulu siapa yang menghidupinya selama ini?” Ada pula yang berkata : “Wen-can, jangan bodoh lagi, sebaiknya tuntut saja ke pengadilan!” Saat itu sang abang yang mabuk perlahan mulai sadar, hatinya sungguh merasa bersalah, tetapi tidak tahu apa yang harus dikatakan, hanya terdiam dan meneteskan air mata. Sementara beberapa orang tetangganya masih merasa kesal dan menyalahkannya.

Wen-can yang melihat sikap para tetangganya, juga melihat wajah lesu abangnya yang penuh ketidakberdayaan, sementara malam juga semakin larut, hatinya merasa pilu. Dia melangkah maju dan memapah abangnya, lalu berkata pada para tetangga : “Abangku bukan memukuli kalian, kalian mana boleh memecah belah hubungan persaudaraan kami!” Semua orang yang mendengarnya jadi bengong, namun jika dipikirkan juga ada benarnya, lalu membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.

Wen-can memapah abangnya pulang ke rumah, membantunya melap badan lalu membiarkan abangnya tidur dengan nyaman. Di bawah cahaya pelita yang redup, Wen-can menatap wajah sang abang yang kini telah berubah menjadi kurus dan menua. Dia meratap dengan kesedihan mendalam : “Abangku telah menua, untuk selanjutnya saya harus lebih cermat merawatnya agar dia dapat sehat dan bahagia melewati masa tua-nya”.

Tengah malam sang abang terbangun, dia masih mengkhawatirkan luka yang diderita adiknya karena pukulannya, dengan mengendap-endap dia menuju tempat tidur adiknya, dalam suasana malam yang sejuk di bawah terangnya sinar rembulan, tampak sang adik tertidur pulas. Namun bekas luka membengkak di sekujur tubuhnya masih jelas kelihatan, tanpa disadari kedua pelupuk matanya dipenuhi air mata : “Adik, abang sungguh bersalah padamu!”

Kejadian ini bagaikan mempunyai sayap, dalam sekejab menyebar ke seluruh pelosok dusun hingga ke seluruh pelosok negeri dan ke dalam istana kekaisaran. Banyak abang adik menjadikan Zhou Wen-can sebagai teladan. Ketika Perdana Menteri Sima Wengong mengetahui hal ini, memberi penghargaan atas kasih sayang yang dicurahkan Wen-can kepada abangnya. Beliau sering menulis kisah ini untuk menasehati orang lain, sebagai sesama saudara haruslah saling memaklumi dan saling memaafkan.

Di dalam keluarga atau sebuah organisasi, kita harus senantiasa akur dengan orang lain. Untuk mempertahankan keharmonisan ini dalam jangka waktu panjang, bukanlah hal yang mudah, selalu saja harus menghadapi ancaman perpecahan. Maka itu saat abang, kakak dan adik dapat berada bersama, tak peduli di mana dan kapan, dalam situasi dan kondisi yang bagaimana juga, haruslah menitikberatkan pada kasih sayang, saling memaklumi dan saling memaafkan. Mari kita berpikir sejenak : Andaikata Zhou Wen-can mendengar ucapan orang lain yang menyalahkan abangnya, sehingga timbul amarah pada abangnya, begitu emosi muncul dan melawan pukulan abangnya, akhirnya abang adik sama-sama menderita luka-luka, dan tentunya akan lebih parah lagi.

Selain itu, andaikata karena emosi sesaat Zhou Wen-can menuntut abangnya ke pengadilan, masa depan abangnya akan hancur begitu saja. Maka itu di hadapan orang banyak yang merasa tidak adil buat dirinya, Zhou Wen-can dapat menitikberatkan pada hubungan persaudaraan, tidak terpengaruh oleh desakan para tetangganya sehingga menciptakan keretakkan jalinan persaudaraan mereka, malah sempat berbalik menasehati mereka, ini dikarenakan dalam sanubarinya dipenuhi dengan rasa hormat dan kasih sayang pada abangnya! Kasih sayang inilah yang telah menyebabkan dia dapat memaklumi dan memaafkan tindakan pemukulan yang dilakukan abangnya terhadap dirinya, juga memberi kesempatan bagi abangnya untuk kembali ke jalan yang benar.

Saat seseorang mendapat perlakuan tak adil, atau kala api amarah menguasai diri, andaikata tidak segera menenangkan diri, maka memiliki kemungkinan untuk melakukan kesalahan yang akan berujung pada penyesalan. Abang Zhou Wen-can harus mengandalkan adiknya untuk menghidupi dirinya, menurut aturan seharusnya dia tahu berterimakasih, namun tanpa diduga dalam kondisi mabuk dia malah memukuli adiknya, sehingga mengundang tetangganya berdatangan untuk mencari keadilan buat dirinya.

Zhou Wen-can takkan membiarkan orang lain datang memecah hubungan persaudaraannya. Dia dapat bersabar terhadap apa yang tidak dapat ditolerir orang lain, sungguh sulit ditemukan. “Di Zi Gui” memberitahukan pada kita : “Sesama saudara harus saling menyayangi dan menghormati. Sesama saudara dapat hidup dengan rukun adalah wujud bakti pada ayahbunda”.

Tindakan Zhou Wen-can ini bukan hanya telah menambah erat jalinan persaudaraan, namun juga telah membuat ayahbunda yang berada di surga menjadi tenang dan terhibur. Bersamaan itu pula juga telah mempengaruhi para tetangganya, mengubah kebiasaan buruk dalam masyarakat, sehingga sejak ribuan tahun silam hingga kini anak cucu dapat meneladani dan memperoleh manfaat, betapa hal ini telah menggugah hati setiap insani.

Bersamaan itu pula kisah ini juga menyadarkan kita : membicarakan kesalahan orang lain, akibatnya akan sungguh tidak menyenangkan. Jika karena sepatah kata kita dan membuat perpecahan dalam keharmonisan hubungan orang lain, betapa beratnya dosa ini. Orang jaman dulu memberitahukan kita, sebelum membicarakan kesalahan orang lain, terlebih dulu harus memikirkan akibat yang akan ditimbulkannya. Kita harus mencoba berdiri pada posisi orang lain, memaklumi kondisi orang lain, berkata dan bertindak dengan mawas diri, menghargai keharmonisan setiap keluarga.

Semoga setiap keluarga di dunia ini dapat mengutamakan kasih sayang, selamanya hidup bersama dalam keharmonisan!






文燦拒間


宋朝時候,有一個人名叫周文燦。在父母和師長的教導下,從小他就深深地懂得孝順父母,友愛兄弟是做人的根本。他有一個哥哥,兄弟倆友愛篤甚。小時候,他們經常一起在外面玩耍。文燦累了,哥哥就會把他背回家,在哥哥的背上,文燦感到就像在父親的背上一樣安全和踏實。

兄弟倆長大之後,父母相繼去世。文燦和哥哥一直生活在一起,不幸的是哥哥染上了酗酒的惡習,經常喝得醉熏熏地回來,一個成年人應該乾的活也由於這樣的情形而乾不了了。天長日久,哥哥就只能靠著文燦為生了。有時清醒的時候,哥哥的內心也感到很羞慚,自己一個大男人,卻要仰仗弟弟過日子,難受哇!但酒癮一來,兩條腿就不由自主地往酒館裡邁。一幫酒友也時常過來,大家拉拉扯扯就一起過去了。文燦看到哥哥這個樣子,心中不但沒有半點埋怨,還時常體恤到哥哥身體不好,心情不快,總是對哥哥恭恭敬敬,好言好語相待。在他心目中,哥哥永遠是哥哥,與自己骨肉情深,手足相連,自己有能力養活哥哥,兄弟倆一定要終身友愛下去,這樣父母的在天之靈也會感到無比安慰啊!

一天傍晚,文燦正在家裡看書,忽然聽到外面吵吵嚷嚷的,裡面似乎還有哥哥的聲音。他連忙跑出來,只見哥哥喝得酩酊大醉,正東倒西歪地往家裡走來,嘴裡還哼著歌兒,幾個人正對著自己的哥哥指指點點。文燦急忙上前去扶哥哥,沒想到哥哥粗聲粗氣地對他說:「你是誰?你要幹什麼?」突然一個大巴掌朝文燦猛煽過來。文燦猝不及防,倒在地上,哥哥又把他按在地上暴打了一頓。等哥哥打夠了,文燦好不容易纔爬起來,已是遍體鱗傷。

鄰居們聞訊紛紛趕來,他們早就對文燦的哥哥多年來仰仗弟弟生活有所不滿,現在見到這幅情景,都感到憤憤不平。有的說:「太不像話了!居然打自己的親生弟弟,也不想想自己是靠誰生活?」有的說:「文燦,別傻了,乾脆告官算了!」這時哥哥的酒也醒了,看到如此情形,心中萬分後悔,但又不知道說什麼好,只是在一旁默默垂淚。幾位鄰居還在一旁大聲指責。文燦看到眾人這個樣子,又看到哥哥在夜色中憔悴無助的模樣,不禁一陣心酸。他走上前去扶住哥哥,怒聲對著眾人說道:「我的哥哥並非來打你們,你們哪裡可以離間我們的骨肉至親啊!」眾人一聽,不禁一愣,仔細一回想,不禁感到很慚愧,就悄悄地回去了。

文燦把哥哥攙扶回家,幫他擦洗一番後安頓他睡下。在柔和的燈光下,文燦看著哥哥熟睡的面容,顯得是那麼消瘦和蒼老。他不禁感慨萬分:哥哥老了,我以後一定要更加細心地照料哥哥,讓他能健康快樂的安度晚年。

後半夜,哥哥醒了,他放心不下弟弟,輕手輕腳地起來,走到弟弟床邊,在清涼的月光下,只見弟弟睡得很熟,很香甜。但臉上的青腫卻是清晰可見,哥哥不禁老淚縱橫:弟弟呀,真對不住你啊!

這件事情就像長了翅膀一樣,一時傳遍了鄰里八方,傳到了朝廷上。許多人家的兄弟爭相以周文燦做為彷傚的的榜樣。當朝的宰相司馬溫公知道了這件事情,不禁為周文燦對兄長的至情至愛擊節贊賞。常常寫了這一樁事情去勸誡人家,告誡凡是有兄弟之人,一定要懂得包容手足。

我們深深地感覺到:家庭中,團體內,我們與人相處需要和樂融融。這種和諧要長久地維持不是很容易,常常存在受離間的威脅。因此兄弟姐妹相處,無論何時何地,處在怎樣的情形下,都應該以親情為重,要相互體諒和包容。讓我們來設想一下:假使周文燦聽到別人對兄長交相指責,也對哥哥生起氣來,一怒之下,可能反擊,兄弟倆可能雙雙受傷,傷得就會更嚴重。

另外,如果周文燦一怒之下告到衙門,他的兄長可能這一生前途就毀了。因此,在眾人為自己打抱不平的情形下,周文燦能以兄弟之情為重,不受好管閑事眾人的離間,反而回勸他們,可以說是非常明智之舉,這是緣於他的內心充滿對兄長的敬愛啊!正是這種兄弟的親情可以使他包容兄長一時酒後亂性做出的糊塗事,也給兄長有悔改的機會。

人在受屈辱時,或者應對情緒激動的時候,如果沒有及時冷靜下來,都有可能造作更深的、沒有辦法彌補的憾事。周文燦的兄長仰仗弟弟提供財物而過活。照理講他應該知恩圖報纔是,想不到他卻酒後酩酊大醉,無緣無故傷害弟弟,鄰居們當然會打抱不平。周文燦不願意別人來破壞他們兄弟間的感情。能忍人所不能忍,包容自己的手足,實在是太難能可貴了。《弟子規》告訴我們「兄道友,弟道恭。兄弟睦,孝在中」。周文燦的這一舉動,不僅使兄弟之間的感情更加和樂,也使離世的父母的在天之靈倍感寬慰。同時化及鄉里、民風,更使千百年後的子孫從中學習受益,這怎不令人感動萬分呢?

同時,這個故事也提醒我們:言人之非,後患何其大。如果因為我們一句話,而破壞別人的和睦,這個罪有多深?有多廣?古人告誡我們,言人之非時,要想到它的結局和後果,到底會怎麼樣?我們每個人都要以同理心去尊重、關懷他人的處境,謹言慎行,促進每個家庭的幸福。

願天下的每個家庭都能以親情為重,永遠和睦相處!