Jumat, 12 Desember 2014

Zhu Yun Merusak Pagar Pintu




Cerita Budi Pekerti

Zhu Yun Merusak Pagar Pintu

Pada masa Dinasti Han, ada seorang yang bernama Zhu Yun, mulanya dia menetap di Ludi kemudian pindah ke Pingling. Sejak kecil Zhu Yun sudah serupa dengan pendekar, berkelana menjelajahi empat penjuru, jika ada jalanan yang tidak rata atau sulit dilewati, maka dia akan mencabut pedangnya untuk memberi bantuan. Oleh karena postur tubuhnya yang tinggi dan besar, lebih dari delapan kaki panjangnya, tampak gagah dan berani membela kebenaran, maka itu namanya menjadi tersohor pada masa itu.

Pada saat dia berusia 40 tahun, suatu hari, mendadak dia merasa bahwa masa lalunya bagaikan sebuah mimpi, tiada hal bermakna yang telah dilakukannya. Jika terus begini bukankah hidup ini akan terlewatkan sia-sia? Hatinya menjerit, tidak, tidak boleh begini, saya harus memperbaiki nasibku! Dalam usia parubaya masih belum terlambat untuk memulai karir!

Maka itu dia mulai berkelana ke empat penjuru berguru pada para ahli, berharap agar sisa hidupnya dapat dilewati dengan lebih bermakna. Dia menjadi pewaris ilmu dari Tuan Bai Zi-you di bidang “I Ching (Buku Perubahan, salah satu dari klasik Ajaran Konfusius)”, memahami tentang kebenaran dari alam semesta dan seluruh isinya. Lalu juga berguru pada Jenderal Xiao Wang-zhi mempelajari “Lun Yu (Analects dari Konfusius)” memahami tentang mengembangkan moralitas diri dan tata negara.

Dia sangat menghargai kesempatan belajar yang bukan mudah diperoleh, dia sangat serius dalam belajar hingga lupa makan, akhirnya dua bidang ilmu tersebut berhasil dikuasainya. Dua gurunya juga merasa terhibur, memiliki murid yang dapat menjadi pewaris ilmunya.

Setelah belajar bertahun-tahun, moralitas yang dimiliki Zhu Yun telah memperoleh pengakuan, juga memiliki jiwa patriotisme, sungguh merupakan ksatria di hati orang banyak.

Pada masa Kaisar Han Yuan-di bertahta, yakni tahun 48-33 SM, Zhu Yun direkomendasi menjadi menteri, tetapi karena dihalangi oleh pejabat yang berkuasa pada saat itu, sehingga Zhu Yun menemui kegagalan. Namun Zhu Yun juga tidak pernah menaruhnya di hati, dia selalu memegang keyakinan bahwa “Kejayaan atau kemusnahan sebuah negara, rakyat biasa juga turut memikul tanggung jawab”.

Dia juga pernah menceramahkan tentang “I Ching (Buku Perubahan)” di rumah para bangsawan, dengan pengetahuan yang mendalam sehingga membuat orang menjadi takjub; juga karena sudah beberapa kali dia menulis laporan dan mengirimnya ke istana, sehingga mendapat fitnahan, akibatnya dia harus melarikan diri ke empat penjuru. Tetapi semua ini dianggapnya sebagai awan yang mengapung, semangat serta tekadnya telah menjadi daya pikat bagi para pejuang yang satu cita-cita dengannya, meskipun harus menghadapi tantangan berat, namun dapat berada dalam satu kapal yang sama, senantiasa terasa semanis tebu.

Sampai ketika Kaisar Han Cheng-di bertahta, dia hanya dapat menjabat sebagai hakim kabupaten di Huaili, meskipun pangkatnya sangat kecil, namun dia setia, tekun dan mencintai rakyatnya.

Pada saat itu ada seorang pejabat licik bernama Zhang Yu, meskipun kedudukannya tinggi tetapi sangat serakah, juga pintar menyanjung kaisar. Sewaktu masih menjadi pendekar, terhadap penderitaan rakyat, Zhu Yun berani melangkah keluar untuk membela kebenaran, kini melihat Zhang Yu yang menipu rakyat, pejabat licik yang tidak punya rasa takut melakukan kejahatan, sehingga dia membulatkan tekad demi negara menghapus pejabat licik. Maka itu dia menulis laporan kepada istana, berharap agar dapat bertemu langsung dengan kaisar, untuk menyampaikan masalah yang merupakan ancaman besar negara.

Han Cheng-di bersedia menemui pejabat kecil ini, Zhu Yun tampak berwibawa dan tanpa gentar melangkah memasuki aula utama istana. Setelah memberi penghormatan pada kaisar, Zhu Yun menyampaikan : “Hari ini di dalam kekaisaran ada seorang pejabat, selain tidak sanggup mendukung pemerintah, juga tidak mampu memberi manfaat kepada rakyat, meskipun kedudukannya tinggi tetapi niat hatinya hanya menginginkan gaji yang besar. Hamba bersedia menggunakan pedang pusaka paduka untuk memenggal pejabat licik tersebut, untuk memberi motivasi pada pejabat lainnya”.

Kaisar tercengang dan bertanya : “Siapakah orang yang anda maksud?”

Zhu Yun menjawab : “Zhang Yu!”  

Begitu kata ini dilontarkan keluar, seluruh isi istana mengalami guncangan hebat! Para pejabat saling memandang satu sama lainnya, saling mengamati, ada yang berkata dalam hati : “Bagus!”, namun ada yang mengalirkan keringat dingin, ikut mencemaskan nasib Zhu Yun, Kaisar Han Cheng-di menjadi sangat tercengang dan marah besar. Zhang Yu melemparkan senyuman dingin, diam-diam mengamati ketenangan yang dimiliki Zhu Yun.

Han Cheng-di yang sedang dibakar api emosi, berkata : “Pejabat kecil beraninya menfitnah pejabat tinggi, juga menghina guru kaisar, pantas dijatuhi hukuman mati!”. Begitu titah kaisar usai, pengawal segera menangkap Zhu Yun keluar untuk dipenggal.

Begitu mendapati dirinya yang malah sebaliknya ditangkap pengawal, Zhu Yun amat marah, seluruh pejabat memuji kebijakan kaisar, yang padahal sesungguhnya tidak tahu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Zhu Yun terus didorong pengawal keluar dari aula istana, namun dia memaksakan diri untuk menangkap pagar pintu aula istana dan tidak sudi melepaskannya, sehingga pagar pintu jadi patah. Dia jadi terpikir akan kebenaran dan berteriak : “Saya dapat memiliki kesempatan bertemu paduka, saya sudah sangat puas! Hanya tidak tahu bagaimana masa depan paduka dan kekaisaran kelak?”

Han Cheng-di masih duduk di atas singgasana naganya, amarahnya masih belum reda, perkataan apapun tidak bisa masuk ke telinganya. Pada saat itu di istana ada seorang jenderal yang bernama Xin Qing-ji, dia melihat keberanian dan patriotisme Zhu Yun, jadi begitu terharu. Di melepaskan jubah kebesarannya, mahkota dan stempel jenderalnya, lalu bersujud di lantai, memohon agar kaisar menarik kembali titahnya, dengan terus menerus menyentuhkan kepalanya ke lantai hingga kepalanya mengeluarkan darah.

Tanpa mempedulikan segalanya, dia berteriak : “Paduka, Zhu Yun sifatnya lurus, namanya sudah lama tersohor. Jika yang dia katakan adalah benar adanya maka jangan membunuhnya; sebaliknya jika yang dia katakan memang salah, juga seharusnya memaafkannya. Hamba bersedia mempertaruhkan nyawa untuk menjaminnya, mohon paduka membebaskan dirinya dari hukuman mati. Andaikata hari ini paduka membunuh Zhu Yun, bukankah paduka akan serupa dengan Xia, Jie, Shang, Zhou, yang tercatat dalam sejarah sebagai kaisar yang keji?

Mendengar teriakkan Xin Qing-ji membuat kaisar menjadi terkesima, andaikata dirinya karena emosi sesaat lalu membunuh pejabat setia yang berani berkata apa adanya, bukankah dia juga seperti kaisar Xia, Jie, Shang, Zhou, yang tercatat dalam sejarah sebagai kaisar yang lalim? Untunglah satu teriakkan ini telah menyadarkannya!  Han Cheng-di mengalihkan amarahnya menjadi sukacita, segera menitahkan agar Zhu Yun dibebaskan.

Kemudian para pengawal bersiap-siap untuk memperbaiki pagar pintu aula istana yang sempat dipatahkan oleh Zhu Yun saat di dorong keluar hendak dieksekusi, tetapi Kaisar Han Cheng-di malah menghentikan tindakan mereka. Dia sengaja tidak ingin merenovasi pagar yang rusak itu, supaya setiap melihat pagar yang rusak itu mengingatkan dirinya agar jangan terlena oleh sanjungan pejabat licik, bersamaan itu pula untuk memotivasi pejabat setia yang berani bersuara membela kebenaran seperti Zhu Yun.

Zhu Yun hanyalah seorang hakim kabupaten, namun dia amat setia, mengkhawatirkan negara dan rakyat, melihat pada saat itu ada pejabat licik seperti Zhang Yu yang akan membahayakan negara, maka itu tanpa mempedulikan keselamatan nyawanya, memohon meminjam pedang pusaka kaisar untuk melenyapkan bahaya demi rakyat banyak.

Kaisar Han Cheng-di yang dapat menerima nasehat dari sang jenderal, karena dirinya tidak ingin tercatat dalam sejarah sebagai kaisar yang zalim, maka itu kemudian dia membebaskan Zhu Yun, bahkan tidak sudi merenovasi pagar aula istana yang rusak, untuk memperingati seorang pejabat yang setia, ini sungguh sulit diperoleh. Di dalam “Di Zi Gui” tercantum bahwa “Bila dapat memperbaiki diri tak mengulangi lagi maka kesalahan akan berangsur lenyap”, dari pemimpin negara hingga kalangan rakyat biasa juga serupa.

Setelah kejadian ini berlalu, Zhu Yun memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya. Maka itu dia pamit dengan seluruh penduduk dusun, kini setiap hari dia turun ke sawah bercocok tanam, bila memiliki waktu luang, dia akan mendidik murid-murid, menjalani kehidupan yang bebas tanpa kerisauan.

Setiap kali masyarakat yang hendak turun ke sawah akan melihat dari kejauhan, seorang sosok berambut putih yang sudah lanjut usia, mengajari murid-muridnya di tengah area persawahan, masyarakat mengenalinya sebagai insan yang tersohor yakni Zhu Yun. Dan sepanjang hidupnya dia telah meninggalkan jejak pembela kebenaran dan semangat seorang patriot, yang telah mengharumkan namanya sepanjang masa, menjadi pujian bagi generasi penerus!





朱雲折檻

漢朝時候,有一個人姓朱名雲,字游,原來居住在魯地,後來移居到平陵。

朱雲人如其名,年少的時候就像俠客一樣,雲游四方,經常有路見不平、拔刀相助之舉。由於他身材高大,有八尺多長,非常雄壯魁梧,且好勇善斗,因此以武力著名於當時。

當他瀟灑地走過四十個春秋之際,一天,突然心血來潮,攬鏡自照,纔發現臉上刻滿了風霜,猛然感到過去的日子就像一場夢,渾渾噩噩,碌碌無為。如果再這樣下去,一生不就空過了嗎?他內心吶喊著:不行,不行,我一定要改造命運!並喃喃地說道:「朝聞道,夕死可矣!」人生重新開始,應該不算太遲吧!

於是,他洗心易行,四處訪求明師,期望能在後半生做有修有學的明白人。他師承白子友先生學習《易經》,通曉宇宙萬物的自然道理。又追隨蕭望之將軍學習《論語》,明瞭修身治國的道德精髓。他非常珍惜這得之不易的學習機會,發憤圖強、廢寢忘食,後來他兩種學問都學得頗有成就。兩位老師都感到欣慰,有這樣能傳承道業的學生。經過幾年的熏習,朱雲的德行已為時人所稱頌,又兼有義薄雲天的俠義之氣,更是人們心中真正的高士。

漢元帝時候,朱雲被推薦為御史大夫,卻因權臣的阻撓未能就位。朱雲從未把職位放在心上,他堅守的信念是「國家興亡,匹夫有責」。他曾在權貴之家談論《易經》,以深厚的學識令眾人嘆服;又因屢次上書直陳時弊,受到迫害,而四處奔走。但這一切對他猶如浮雲,他的氣宇和志節吸引了與他有相同抱負的義士,即使身處逆境,亦能同舟共濟,甘之如飴。

到了漢成帝時候,他仍然只在槐裡這個地方當縣令,雖然官職很小,但他素來嫉惡如仇,忠心耿耿,勤政愛民,深受百姓愛戴與贊許。

當時,朝廷有一個奸臣張禹,身居高位,但貪得無厭,又善於諂媚。朱雲做俠士的時候,對於一般平民的疾苦,尚且仗義執言,現在見到張禹這樣欺上瞞下、為非作歹的佞臣,更燃起一股為國除害的決心。於是他鄭重地上書朝廷,希望能面見皇上,陳述社稷安危的重大事情。

漢成帝頗感意外,但也接見了這個地方小官,朝廷重臣位列兩旁。朱雲氣度優雅、從容不迫地走進殿堂。他慷慨激昂地對漢成帝說:「今天朝廷內有一位大臣,上不能輔佐主上,下不能利益民眾,身居高位,心心念念只想著多拿俸祿,孔子曾說:鄙夫不可與事君。微臣願借陛下的尚方寶劍,將此佞臣斬首示眾,以激勵其他的官員。」

成帝驚訝地問:「此人到底是誰?」

朱雲斬釘截鐵地說:「安昌侯張禹!」

此語一出,滿廷皆驚!眾位大臣面面相覷,有人暗中叫好,有人替朱雲捏了一把冷汗,漢成帝更是異常震驚,憤怒無比。張禹則是露出冷笑,直視朱雲的動靜。

漢成帝龍顏大怒,喝道:「位卑小臣居然毀謗上官,辱罵帝師,罪死不赦!」即命左右把他推出去斬了。御史奉命強推朱雲下殿,朱雲非常激憤,眾人交口稱贊的英明皇上,卻原來是非不分。他奮力向前,但被強行推到了金鑾殿外,他死死抓住御殿欄檻不放,把殿外的欄檻都折斷了。他大義凜然地高呼道:「我能跟關龍逢、比乾在地下相見,我很滿足了!只是不知道陛下和朝廷的前途會如何?」

漢成帝側身跌坐在龍椅上,依舊怒火滿胸,什麼話也聽不進去。這時,朝廷上有一位武將,左將軍辛慶忌,見到朱雲如此英烈,深為感動。他卸下自己的衣袍、冠冕還有授印,在地上連連叩頭,懇求皇上收回成命,只見他叩頭的地上留下了一片殷紅的血跡。他不顧一切地大聲說道:「皇上,朱雲性情狂直,早已天下聞名。他如果說得對,不能殺他;說得不對,也應該寬恕他。臣願以死相保,請求陛下免他一死。假如您今天把朱縣令殺了,您不就是成為暴君了嗎,不就同桀、紂一樣了嗎?」

辛慶忌的這一聲怒喊,震醒了漢成帝,假如自己因為一時之怒而殺害了敢於直諫的忠臣,那豈不是要與夏桀商紂為伍,而成為惡名昭著的無道昏君嗎?虧得這一聲提醒!漢成帝轉怒為喜,連忙命左右將朱雲放了。

後來,隨從準備修復被朱雲折斷的門檻,卻被漢成帝制止。因為這個被攀摺斷的門檻,可以時時提醒自己不要受奸佞之臣的迷惑,同時也嘉勉像朱雲這樣忠直的諫臣。

朱雲是一個地方縣令,人微言輕,但他忠心耿耿,懮國懮民,看到當世竟然有張禹這樣禍國殃民的佞臣,激發了他義薄雲天的豪氣,因而置生死於不顧,要求借尚方寶劍為民除害。他視死如歸,內心無比敬佩關龍逢、比乾這樣敢於死諫的忠臣,希望自己也能與他們一樣,正義凜然,浩氣長存。

漢成帝能在大臣的勸諫之下幡然醒悟,不願成為像夏桀、商紂王那樣的暴君,所以他非但不治朱雲之罪,而且連被折斷的欄檻也不再修復,以表彰這位忠直的大臣,這是很難能可貴的。《弟子規》講到「過能改,歸於無」,下至普通平民,上至帝王將相,無不如此。

朱雲經過這事之後,心生退隱之意。於是他告老還鄉,每天乘著牛車到田裡工作,空閑之時就教起了學生,生活悠然自得。人們經常看到一位鶴髮童顏的老者,教學於田野之中,那就是遠近聞名的朱雲。而他一生的忠貞事跡與俠義精神,更是流芳千古,為後人所贊頌!