Selasa, 11 November 2014

Cai Shun Memetik Mulberry



Cerita Budi Pekerti

Cai Shun Memetik Mulberry

Akhir masa Dinasti Han Timur, Wang Mang (45SM - 23M) merebut kekuasaan dan dinasti baru gagal menjalankan pemerintahan, masyarakat diliputi pergolakan dan kekacauan, para petani panik dan mengurangi produktivitasnya, kehidupan penduduk sangat susah, ditambah kelompok bandit yang mewarnai alisnya dengan warna merah dan menjuluki gerombolannya sebagai “Prajurit beralis merah”, muncul dan menghilang tak menentu, berkeliaran di empat penjuru merampas persediaan makanan dan harta benda penduduk.

Cai Shun yang terlahir di keluarga miskin, sejak usia kecil telah kehilangan ayah, bersama bundanya mereka hidup dengan saling mengandalkan. Meskipun usianya masih sangat kecil, namun dia sangat berbakti dan penuh pengertian. Hidup dalam keadaan selalu harus menahan lapar, dia selalu berusaha mencari akal untuk mencari makanan yang dapat mengganjal perut, mengerahkan segenap kemampuan untuk menjaga dan merawat ibunda. Musim panas, buah mulberry di atas pohon sudah ranum, Cai Shun pergi memetik buah mulberry buat dimakan ibundanya. Setiap kali pergi memetik buah, dia pasti akan membawa dua buah keranjang.

Suatu hari, Cai Shun sedang dalam perjalanan pulang sehabis dari memetik buah mulberry, tiba-tiba berpapasan dengan sekelompok bandit “Prajurit beralis merah”, para bandit segera menghadangnya, berharap dapat merampok harta benda yang mungkin dimiliki Cai Shun, namun tak terduga satu-satunya barang yang dimilikinya cuma dua keranjang yang berisi buah mulberry, selain ini tidak ada lagi yang lain.

Para bandit mulai memperlihatkan wajah murka. Ketika mereka hendak mengeroyok Cai Shun tiba-tiba salah satu bandit melihat dua keranjang mulberry yang dibawa Cai Shun dan merasa heran lalu mengamatinya dengan seksama, lalu mengerutkan alis matanya dan bertanya : “Buah mulberry yang kamu petik tidak banyak, tetapi kenapa harus memisahkannya ke dalam dua keranjang, satu keranjang berisi buah mulberry kehitaman dan satu keranjang lainnya berisi buah mulberry warna merah?”

Cai Shun yang tidak merasa gentar sama sekali menjawab : “Buah mulberry yang berwarna kehitaman sudah masak dan rasanya sangat manis, ini merupakan kesukaan ibunda. Kesehatan bunda kurang bagus, dengan memakannya bisa mengganjal rasa lapal dan memulihkan kondisi tubuh; sedangkan yang masih merah belum ranum, sehingga rasanya agak masam, ini untuk dimakan sendiri”.

Ucapan Cai Shun yang penuh ketulusan, dengan sikap yang tanpa gentar sedikitpun kala menghadapi para bandit, air mukanya memperlihatkan betapa besarnya rasa bakti dan hormat pada ibundanya, bahkan memancarkan keluar perhatian yang dia curahkan buat sang bunda, sehingga para bandit merasa sungguh di luar dugaan, sejenak mereka diam seribu bahasa, merenungkan dengan mendalam, perlahan mimik muka mereka berubah menjadi tidak bengis lagi, sikap mereka juga mulai melunak, saat itu Cai Shun juga dapat merasakan adanya gejolak yang kuat mengalir di lubuk hati yang mendalam dari para bandit, apalagi pada saat situasi masyarakat yang sedang diliputi kekacauan, memilih profesi sebagai bandit juga karena terpaksa, sesungguhnya diri siapa yang tidak teringat akan ayahbunda yang sudah tua renta yang berada di rumah, sehingga mereka mulai menundukkan kepala masing-masing, bahkan ada yang sepasang bola matanya mulai berkaca-kaca, maka itu para bandit akhirnya memutuskan untuk melepaskan Cai Shun.

Yang paling mengejutkan adalah ketika kelompok bandit itu hendak beranjak pergi meninggalkan Cai Shun, mereka masih sempat mengeluarkan sejumlah bahan makanan dan harta benda untuk dibawa pulang Cai Shun dan berbakti pada ibundanya, namun Cai Shun yang sangat memahami aturan bahwa “Seorang ksatria tidak meminum air yang bersumber dari sumur perampok”. Maka itu dia hanya mengucapkan terima kasih dan menolaknya secara halus. Melihat ini para bandit semakin berkucuran keringat dingin, merasa malu dan beranjak pergi.

Kemudian, ibunda Cai Shun meninggal dunia. Saat dimana Cai Shun merasakan penderitaan yang paling memilukan, tiba-tiba rumah tetangganya dilanda kebakaran, saat tatapan matanya melihat si jago merah mengikuti arah angin meniup ke arah rumahnya dan hampir melalap habis ruang pelayatan. Saat itu Cai Shun memang tidak memiliki kemampuan untuk memindahkan peti jenazah ke luar rumah, dalam keadaan panik dan terdesak, dia memeluk peti jenazah sambil menangis tersedu-sedu, sungguh menggetarkan hati setiap insani, seketika itu tidak tahu apa yang harus dilakukan, hanya diam seribu bahasa sambil memanjatkan doa mendalam.

Dalam detik-detik antara hidup dan mati, tiba-tiba angin berubah arah, si jago merah ternyata melewati rumahnya dan melalap rumah tetangganya. Setelah kejadian berlalu orang-orang berkomentar : “Ini adalah wujud bakti Cai Shun yang penuh ketulusan telah menggugah Langit dan Bumi serta Dewa Api”. Setelah selesai memakamkan ibundanya, suara dan wajah ibunda masih senantiasa muncul dalam ingatannya, kerinduannya senantiasa membuat sepasang kelopak matanya berkaca-kaca.

Terutama saat masih hidup ibunda paling takut mendengar suara petir menggelegar, maka itu ketika terjadi petir dan kilat saling menyambar, Cai Shun akan berlarian menuju makam ibunda, berlutut sambil memeluk batu nisan ibunda, dengan isak tangis berkata : “Ibunda jangan takut, ananda ada di sampingmu”. Andaikata bunyi petir tidak berhenti, maka dia akan mengelilingi kuburan, sambil menangis sambil memohon pada Langit : “Mohon petir jangan menggelegar lagi, ini akan membuat ibundaku ketakutan….”, begitu tulusnya seolah-olah ibundanya masih berada bersamanya.

Kisah tentang Cai Shun memetik mulberry memberitahukan pada kita : Hati bakti manusia bukan saja dapat menyadarkan orang-orang yang tidak baik, namun juga dapat menggugah langit, bumi dan seluruh isinya, seperti yang tercantum dalam Klasik Bakti bahwa bakti yang dilakukan hingga melampaui batas maksimal, dengan sendirinya akan dapat terjalin dengan para Dewa, menerangi empat samudera, tiada yang dapat menghalanginya. Oleh karena bakti adalah kebajikan dasar yang memang telah dimiliki oleh manusia sejak semula, yang terjalin dengan alam semesta dan seluruh isi yang ada di dalamnya, maka itu dengan sendirinya dapat menciptakan mukjizat.

Kemudian lingkungan hidup yang tidak sehat akan menutupi atau mengotori sifat alami manusia, sehingga mereka kehilangan ajaran bakti yang paling mendasar. Maka itu, Cai Shun yang memperlakukan almarhum ibundanya serupa semasih hidup, juga sedang menyadarkan mereka yang sedang kehilangan sifat alaminya : “Pohon ingin berdiam namun angin tak reda, ananda ingin berbakti namun ayahbunda telah tiada”. Berbakti itu harus sesegera mungkin, supaya tidak meninggalkan penyesalan seumur hidup.

Anak domba juga tahu harus berlutut saat hendak mengisap susu ibundanya, burung gagak juga tahu balas menyuapi ibundanya. Berbakti pada ayahbunda bukan hanya kewajiban putra putri, namun juga merupakan akar bagi manusia untuk memperoleh kehidupan yang bahagia, andaikata tidak segera mewujudkan bakti pada ayahbunda, bagaimana mungkin kebahagiaan itu akan ada?

Semoga setiap insan dalam masyarakat dapat mewujudkan ajaran bakti, sehingga setiap keluarga dapat memenuhi kewajiban masing-masing dan hidup bersama dengan harmonis, perdamaian dunia dapat terwujud dan dengan sendirinya alam semesta akan senantiasa berada dalam keseimbangan.   







蔡順拾椹

東漢末年,王莽篡權,社會秩序混亂,莊稼逢荒減收,百姓生活困苦,加上當時有幫將眉毛染成紅色的「赤眉軍」,出沒不定,四處搜刮糧食和財物,就像強盜一樣經常騷擾百姓。

出身貧苦的蔡順,很小就失去了父親,他和母親相依為命。雖然年紀還小,他卻十分孝順懂事。在經常食不果腹的境況下,總能想辦法找到一些可以充飢的食物,盡心奉養母親。夏天,樹上的桑椹熟了,蔡順就去采拾桑椹回來給母親吃。每次去的時候,他都會拎兩個籃子。

一天,蔡順在回家的路上,不幸與一伙兒「赤眉軍」強盜迎面碰著。強盜們攔住了蔡順的去路,本想可以搜點財物,沒想到除了籃子裡的桑椹外,其它一無所獲。強盜們露出不悅與憤怒,正要找蔡順出氣,突然一個強盜發現蔡順拿了兩個籃子,他好奇地瞧了一會兒,然後緊鎖眉頭問蔡順道:「你采的桑椹也不多,為什麼要用兩個籃子,還將黑色和紅色的分開來呢?」

蔡順從容不迫地回答說:「黑色是熟透的,味道很甜,是母親最愛吃的。母親身體不好,吃它可以充飢又可以恢復體力;紅色的沒有熟透,比較酸,是留給自己的。」

蔡順語真懇切,面對強盜不僅一點兒也不害怕,神情更充滿著對母親的孝敬,而且流露出的那種對母親的體貼與細膩,使在場的強盜們都感到很意外,他們一時沈默無語,仔細思量,慢慢的臉上不再那麼猙獰,態度也開始軟化了,此時的蔡順也感受到了這批強盜內心有了強烈的觸動,尤其在這顛沛流離的環境裡,淪為強盜也非得已,任誰也會禁不住的想起了自己家中年邁的父母,有的緩緩地低下頭來,有的甚至悄悄地抹去眼淚,於是強盜們決定放了蔡順。

當這批強盜們將撤走時,令人意外的是竟然還拿出了一些糧食和財物,要給蔡順拿回去孝敬母親。然而蔡順深知「志士不飲盜泉之水」的道理,所以他委婉地謝絕了強盜們的好意。強盜們見此更是汗顏不已,只好羞愧離去。

後來,蔡順的母親過世了。就在蔡順最悲痛的當中,真是禍不單行,鄰家發生了大火,眼看著烈火順著風勢吞噬過來,就要燒到安放靈柩的房間了。此時,蔡順根本沒有能力把靈柩抬出來,情急之下,他抱著靈柩嚎啕大哭,哭聲之淒,真是震人魂魄,霎那,大夥也不知所措,只能默默的祈禱。

就在這千鈞一髮之際,只見風勢突然一轉,火苗竟然越過他家,竄到鄰家去了。事後人們都說:這是蔡順至誠的孝心感動了天地與祝融之神。

安葬完母親後,母親慈祥的音容,時時縈繞在眼前,思母之情,常常觸物感傷,淚水盈面。

尤其母親生前最怕打雷,所以每到雷雨交加之時,蔡順都會奔到母親墓前,跪在那裡抱住墓碑,哭泣著說:「母親不要害怕,孩兒就在您身邊。」倘若雷聲不斷,他就會繞著墳墓,邊哭邊對上天乞求:「不要打雷了,會嚇壞母親的……」,一片至情,誠如母親永在身旁。

蔡順拾椹的故事告訴我們:人的孝心不僅可以感化不善之人,還可以感通世間的萬事萬物。正如《孝經》中所說:「孝悌之至,通於神明,光於四海,無所不通」。因為孝是人類與生具有的本善,與宇宙萬事萬物的本性相應,自然可以感通。

然而不良的生活環境往往會蒙蔽或污染人的本性,使人喪失最基本的孝道。所以,蔡順對母親事死如生的榜樣,也在警醒迷失本性之人:「樹欲靜而風不止,子欲養而親不待。」我們對父母行孝須及時,以免留下終生遺憾。

羔羊尚知跪乳義,烏鴉亦明反哺恩。孝敬父母不僅是為人子女的本分,也是實現人生幸福美滿的根基,如果不能及時行孝,怎能澆灌出幸福人生的大樹呢?衷心祈願社會人人力行孝道,感通家庭敦睦和諧,世界和平大同,宇宙自然調和。