Minggu, 12 Oktober 2014

Zhu Xian Membakar Surat Warisan



Cerita Budi Pekerti

Zhu Xian Membakar Surat Warisan

Pada masa Dinasti Yuan (Dinasti Mongol), terdapat seorang yang bernama Zhu Xian. Tahun pertama masa pemerintahan leluhur Dinasti Yuan (yakni Kaisar Khubilai Khan yang juga merupakan kaisar pertama dari Dinasti Yuan), ayah Zhu Xian terbaring sakit, terpikir akan perpisahan akibat kematian yang bisa terjadi setiap saat, maka itu dia memutuskan pada saat kritisnya untuk membuat surat pembagian harta warisan dan berpesan agar upacara pemakamannya diurus dengan baik.    

Kemudian abang Zhu Xian juga meninggal dunia, meninggalkan beberapa anak yang masih kecil, suasana haru memenuhi seisi rumah, membawa kesedihan mendalam bagi semua orang. Melihat keponakan-keponakannya yang sudah yatim piatu dan tidak memiliki andalan, Zhu Xian merasa sangat bersedih, karena itu, dalam keseharian, dia mencurahkan segenap perhatian untuk menjaga keponakan- keponakannya, yakni Yan Fang dan saudara-saudaranya, memperlakukan mereka sebagai anak kandung sendiri.

Mempertimbangkan bahwa keponakan-keponakannya yang masih kecil, masih belum sanggup mandiri. Andaikata membagi harta warisan pada saat sekarang dengan saudaranya, masing-masing menjalani masa depan sendiri, maka siapa yang akan peduli lagi pada pendidikan anak-anak? Juga siapa yang akan mengurus mereka dan berbagai problema lainnya yang masih belum terpikir oleh mereka? Andaikata tidak ada orang yang membantu anak-anak untuk mempertahankan keluarga ini, apa yang akan terjadi kelak? Apakah tega melepaskan dan membiarkan mereka begitu saja? Merenungkan sampai sini, tanggung jawab moral pun muncul dengan sendirinya.

Maka itu, Zhu Xian berkata pada adiknya Zhu Yao : “Ayah, anak, abang, adik, semuanya adalah saling berhubungan, janganlah kita berpisah. Kini abang telah pergi meninggalkan kita buat selama-lamanya, anak-anaknya masih kecil, tak peduli apakah itu adalah perasaan kekeluargaan ataupun moralitas, kita harus mewakili abang untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang senior, memberikan kehidupan yang layak bagi keponakan-keponakan kita, agar mereka takkan ada kerisauan dalam menghadapi masa depannya. Selain itu, selama pertumbuhan mereka, jika tidak ada senior yang membimbing mereka, bagaimana mereka dapat membentuk kepribadian yang baik? Maka itu bukankah sebaiknya kita jangan membagi harta warisan dan dengan segenap hati menjaga anak-anak?”

Sebelumnya Zhu Xian juga sangat mencurahkan perhatian pada keponakan-keponakannya yang masih kecil, begitu tulus tanpa mempedulikan kepentingan sendiri, sebagai adiknya Zhu Yao tentu merasa sangat tergugah. Dan sekarang, Zhu Xian  juga demi keponakan-keponakannya bersedia melepaskan satu bagian harta warisan yang begitu menggiurkan, malah dinikmati bersama oleh seluruh keluarga besar. Terhadap niat abangnya yang tidak mementingkan diri sendiri, dia merasa salut berbaur dengan rasa hormat dan kasih sayang.

Kemudian mereka menuju makam ayahbundanya, membakar surat pembagian harta warisan yang dibuat ayahnya, sejak itu keluarga ini kembali menjadi satu, hidup bersama, saling menjaga dan mencurahkan perhatian, betapa hangatnya.

Anak usia kecil yang kehilangan ayahbunda merupakan hal yang sungguh menyakitkan di dunia ini. Andaikata tidak ada uluran tangan dari sanak saudara untuk mendukung keluarga, bagaimana mereka dapat tumbuh dalam lingkungan yang baik? Bagaimana mereka dapat memperoleh perhatian, mengatur langkah menuju ke masa depan? 

Andaikata saat keponakannya berada dalam situasi yang kritis ini, masih membagi harta warisan dan memisahkan keluarga, di mana lagi rasa toleransi? Tindakan Zhu Xian yang membakar surat warisan, bukan hanya telah menunaikan kewajibannya sebagai sesama saudara yang harus kompak bagaikan kaki dan tangan, namun juga telah mewujudkan bakti terbesar pada ayahbunda.

Bagi ayahbunda, kasih sayang terhadap putra putrinya adalah sama. Dan bagi Opa Oma, cucu-cucunya ini merupakan kesayangan mereka. Sesama saudara berasal dari akar yang sama, bagaikan sebatang pohon yang menumbuhkan dahan dan ranting, saling terjalin dan tak terpisah.

Di mata Opa Oma, kasih sayang pada putra putri dan cucu-cucunya adalah sama, maka itu memandang semuanya sebagai anggota keluarganya, mencurahkan perhatian dengan setara. Serupa dengan ayahbunda memperlakukan anak-anak kandungnya, tidak ada yang lebih atau kurang disayangi. Maka itu, seluruh anggota keluarga saling mendukung dan menjaga, adalah merupakan hal yang alami, yakni bagaikan tangan yang satu membantu tangan lainnya, adakah rasa membeda-bedakan?

Zhu Xian dan adiknya Zhu Yao, melihat keponakan-keponakannya hidup susah, tidak ada yang dapat diandalkan, maka itu membakar seluruh surat warisan pembagian harta yang dibuat ayahnya, seluruh anggota keluarga besar dan kecil kembali melanjutkan tinggal bersama. Kenyataannya, ini bukan hanya tidak bertentangan dengan pesan terakhir sang Opa, bahkan telah memahami dengan mendalam maksud dari hati Opa.

Ayahbunda mana yang tidak mengharapkan anak cucu sendiri mewujudkan sikap baktinya, saling mencurahkan perhatian dan saling membantu? Kekhawatiran dan harapan yang menjanggal di hati ayahbunda selamanya tidak pernah hilang, meskipun harus dipisahkan oleh langit dan bumi, juga akan membawa serta kasih sayang pada anak cucunya hingga ke dunia lainnya.

Zhu Xian yang amat berbakti sangat memahami bagaimana kasih sayang ayahbunda terhadap anak cucunya. Keputusannya yang membatalkan pembagian harta warisan telah membuktikan makna kasih sayangnya. Jerih payahnya ini juga telah memperlihatkan bakti Zhu Xian, karena di kolong langit ini takkan ada ayahbunda yang tega melihat ada anak cucunya yang setelah mendapat pembagian harta warisan, kehidupannya malah makin miskin dan susah.

Mengamati kondisi kehidupan masyarakat kini, keluhuran budi sedemikian sudah semakin lama semakin sulit dijumpai. Bahkan banyak orang ketika ayahbundanya masih sehat, sudah keburu ingin cepat-cepat merampas harta benda ayahnya. Pernah suatu kali mendengar cerita dari teman, suatu kali anaknya setelah selesai menonton siaran tv, bertanya pada ayahnya : “Papa, nanti setelah anda mati, seluruh harta kekayaan anda akan jadi milikku bukan?”

Kala itu anak kecil itu baru berusia 7 tahun, papanya yang mendengar perkataan anaknya itu merasa sangat bersedih hati. Setiap hari bersusah payah mencari nafkah agar anaknya bisa mengecap pendidikan yang tinggi, untuk apa sebenarnya? Mengapa anak yang masih begitu kecil, dapat mengucapkan perkataan sedemikian?

Dalam hatinya sungguh merasa terpukul dan berkata : “Di tengah masyarakat yang sudah cacat akan etika moral, kelak setelah anak jadi dewasa, maksud hati setiap ayahbunda membesarkan anak dengan harapan agar dapat menjamin hari tua, hanyalah sebuah mimpi belaka. Lebih baik banyak berdoa dan memohon berkah”. Ucapan yang penuh keputusasaan dan ketidakberdayaan ini sungguh menimbulkan luka sayatan yang memedihkan hati setiap insani. 

Ini merupakan masalah yang sangat parah dalam pendidikan. Setelah menonton siaran televisi, anak kecil ternyata dapat mengucapkan perkataan serupa ini, sebagai ayahbunda sepatutnya kembali mempertimbangkan peranan media televisi dan internet, dampak bahaya yang ditimbulkannya, pencemaran etika moral yang ditimbulkannya, sesungguhnya betapa mengerikan dan dahsyatnya? Kita sepatutnya mencermati masalah ini.

Maka itu sebagai ayahbunda, apakah telah serius memahami acara apa yang sedang ditonton oleh anak-anak? Apakah juga telah memperhatikan pencemaran batin akibat berbagai dampak negatif televisi dan internet, terhadap pembentukan kepribadian dan cara pikir anak?

Semoga semua ayahbunda yang ada di dunia ini, dapat dalam keseharian mencermati masalah pendidikan pada putra putri sendiri, menitikberatkan pada perkembangan etika moralnya. Andaikata kita dapat lebih banyak menyampaikan cerita budi pekerti pada mereka, yang mengajarkan kesetiaan dan bakti, membangun cara pandang anak akan bakti pada ayahbunda dan menyayangi persaudaraan, kami percaya bahwa kelak dia pasti akan dapat menjadi seorang insan yang berbakti serta berbudi luhur.

  


朱顯焚券


在元朝真定這個地方,有一位叫朱顯的人。元世祖至元年間,朱顯的祖父臥病在床,想到自己隨時都會撒手人寰,於是他決定在彌留之際,將家產按等份分好,還立下了字據,把後事交代得非常妥當。 

英宗至治年間,朱顯的哥哥不幸過世了,留下了幾個嗷嗷待哺的孩子,家裡一片蕭瑟淒涼,令人分外感傷。看到侄子們孤苦無依,朱顯非常地難過,因此,在日常生活當中,他對侄兒彥昉等人有著特別的照顧,把他們看作是自己的親生孩子一樣,無微不至地細緻關懷。 

看到侄子們年紀這麼小,還沒有能力自立。如果就這樣把財產均分,各奔前程的話,那有誰能夠關心到孩子們的教育?又有誰能在身邊料理,他們想象不到的種種問題?如果沒有人幫助他們橕起這個家的話,往後的情形將會怎樣?放他們不管的話,於心何忍?想到這裡,道義之情油然而生。 

於是,朱顯就對他的弟弟朱耀說:父子兄弟,本就同氣連枝,不可分離。現在,哥哥已經離開我們了,他的孩子那麼小,無論是情理還是道義上,我們都需要代替哥哥,來履行長輩應有的責任,把侄子的生活安頓好,讓他們沒有後顧之懮。此外,如果沒有長輩在他們品行上,日日督導的話,又怎能培養他們的厚道善良?所以我們是不是不要分家,全心全力來看護和照顧? 

平日,哥哥總是在默默地關懷年幼的侄子,那麼地真誠無私,弟弟被他深重的情義所感動。而今,哥哥又為了侄子,而決定放下這筆豐厚的遺產,讓整個大家庭共同來分享。對哥哥無私的心懷,他由衷地佩服與敬愛。

於是,他們一同來到祖父的墓前,把祖父留下來的分產證明,全部焚毀。從此之後,這一家繼續其樂融融地,共同生活在一起,互相關懷照顧,非常地溫馨。 

年少就失去父母,這真是人間的至痛。如果沒有親情的力量來維持家庭的溫暖,那孩子如何心智健全地成長呢?如何培養對周遭一切熱切的關懷,經營積極向上的人生?在侄子們最為艱難的時候,如果還分家分財產,情何以堪?朱顯的焚券,不但是盡了兄弟應有的手足情義,也是對父母盡最大的孝心。 

兄弟同氣連枝,對父母而言,都是親生的骨肉。而對於祖父母來說,這些兒孫,都是他們最疼愛的人。兄弟姐妹同根同源,就像是從同一棵樹生出來的枝杈一樣,彼此親密無間。 

在祖父的眼中,兒孫都同樣可愛,因而一視同仁,平等關懷。這就如同父親看待自己的孩子一樣,並沒有輕重厚薄之分。因此,一家人相互扶持照顧,是天經地義的,就像一隻手幫助另外一隻手一樣,何來分別之有呢? 

朱顯和弟弟朱耀,看到侄子們生活貧困、無依無靠,於是將祖父留下的田產證明全部燒毀,一家大小繼續生活在一起。實際上,這不但沒有違背祖父的遺願,反而深深地慰藉著祖父的心。哪一位父母不希望自己的兒孫賢德孝順,互相關懷幫助?父母那期盼牽掛的心,是永不磨滅的,就算是遠隔天涯,也要把自己對孩子深深的愛,帶到另一個世界去。 

孝順的朱顯,深深體會到父親對子孫的關懷疼愛。立下均分財產的證明,正是源於這樣的愛;而今將它全數燒毀,更是從根本之處,透徹理解了愛的真義。這良苦的用心,更加顯揚了朱顯的一片孝心。因為天下沒有一個父母希望見到兒孫分了財產之後,反而更加貧困、拮据。 

綜觀現代社會的生活情形,這種渾樸厚道的心行,已經越來越少見了。甚至有許多人,在父母還健在的時候,就很想要得到父親的財產。曾經聽一位朋友說到,有一次他兒子看過電視之後,就問父親說:爸爸,如果你死了之後,你的財產就全都是我的了,對不對?

 當時,孩子纔七歲,他的父親聽到這樣的言語,非常地難過。到底自己對孩子辛勤地養育,為的是什麼?為什麼孩子這麼小,就會講出這樣的話來?他內心十分感慨地說:在這種仁義道德廢絕殆盡的社會當中,將來年紀大了的時候,養兒防老是不可能實現的,唯有自求多福,纔是最好的保生之道。傷感的話語,令人感慨莫名。

 這確實是一個非常嚴重的教育問題。孩子看了電視之後,竟然說出這樣的言語,為人父母的人,是否曾經考慮過,電視媒體,網際網絡,它們的危害性、它們污染的程度,到底有多深、有多強?我們一定要正視這個問題。 

因此為人父母的人,有沒有認真地去瞭解,孩子們所看的到底是什麼樣的節目?是否注意到,電視的污染,網絡的影響,對孩子的品德、思想,所產生的種種負面作用?

 期望天下的父母,能從日常生活中,切實關注自己子女的教育問題,多著重德行的培養纔能防範於未然。如果我們能為他們多講解一些教忠教孝的德育故事,從生活的一點一滴開始,建立孩子孝悌的觀念。深信,將來他一定能夠成為一位孝順而又賢德的人。