Selasa, 09 Desember 2014

Feng Shi Mempengaruhi Keluarganya



Cerita Budi Pekerti

Feng Shi Mempengaruhi Keluarganya

Pada masa Dinasti Ming ada seorang pria yang bernama Wu Zi-gui, keluarganya sangat miskin, ibundanya telah meninggal dunia, meninggalkan Wu Zi-gui tiga bersaudara dan ayahnya hidup dengan saling mengandalkan. Kemudian ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang bermarga Zhang, tetapi ibu tiri mereka ini merupakan wanita yang bertabiat jelek, suka memarahi orang lain, juga tidak mengurus tiga bersaudara dengan baik.

Ketika Wu Zi-gui tiba pada usia menikah, dia memperistri seorang gadis yang bermarga Feng (Feng Shi). Feng Shi sejak kecil sudah berbakti pada ayahbunda, rajin dan baik, bukan hanya lembut, namun orangnya juga berpengertian, sehingga mendapat pujian dari para tetangga.

Setelah Feng Shi menikah ke dalam Keluarga Wu, dia sangat rajin menyelesaikan pekerjaan rumah, tak peduli musim dingin maupun panas, setiap hari dia tetap bangun pagi-pagi untuk memasak nasi, menyapu halaman rumah. Saat musim panas tiba, cuaca amat gerah, Feng Shi selain mengurus rumah, dia masih harus ikut suaminya turun ke sawah bercocok tanam, kucuran keringat dan kotoran debu menempel di seluruh tubuhnya.

Saat musim dingin tiba, cuaca yang membeku, Feng Shi tetap tidak malas, setiap hari tetap tekun bekerja tanpa istirahat, meskipun sepasang tangannya akibat membeku sehingga tumbuh bisul, lalu pecah dan mengeluarkan darah, sakitnya tak tertahankan, namun Feng Shi juga tak pernah mengeluh, masih tetap berada di air yang dingin membeku, mencuci pakaian satu keluarga. Pulang dari mencuci, dia harus membelah kayu dan menyalakan perapian, setelah selesai memasak lalu menyajikan buat seluruh anggota keluarga.

Meskipun begitu susah namun Feng Shi tak pernah mengeluh, mengerahkan segenap kemampuan untuk menjaga mertua perempuannya, bukan hanya sehari tiga kali membuat masakan lezat untuk disajikan buat mertua perempuannya, bahkan setiap malam, menuangkan air hangat untuk mertua perempuannya merendam kakinya, mencuci kaki dan memijitnya, selalu melakukan apa yang terbaik untuk lansia tersebut. Dan kehidupan Feng Shi sendiri amat bersahaja, menyantap makanan kasar dan mengenakan pakaian dari kain kasar, juga selalu ditambal dan ditambal lagi.

Meskipun Feng Shi begitu berbakti namun mertua perempuannya selalu cerewet. Oleh karena mertua perempuannya bertabiat jelek, maka itu setiap ada yang kurang berkenan di hatinya, maka dia akan marah-marah, matanya melotot sambil memberi pelajaran pada Feng Shi. Kadang kala kata-kata kasar yang dilontarkan mertua perempuannya sungguh tidak pantas, hingga para tetangganya juga ikut merasa kesal.

Setiap hari mertua perempuannya tidak pernah memperlihatkan wajah ramah pada Feng Shi, selalu mengerutkan wajahnya, sehingga orang lain yang melihatnya jadi menimbulkan kesan seram. Namun begitu Feng Shi tak pernah memendam rasa tidak puas, terhadap kesulitan yang ditimbulkan oleh mertua perempuannya, perlakuan darinya, Feng Shi menerimanya satu persatu dengan ikhlas, bahkan dengan sabar dia selalu menghibur mertua perempuannya, berusaha supaya mertua perempuannya merasa senang dan puas.

Para tetangga yang sering mendengar Feng Shi dimarahi oleh mertua perempuannya dengan kata-kata kasar, merasa bahwa mertua perempuannya memperlakukan menantunya dengan sangat kejam, lama kelamaan hati mereka merasa tak ikhlas. Maka itu suatu hari, ibu-ibu yang merupakan tetangganya berkumpul dan berencana mendatangi rumah Keluarga Wu untuk menasehati mertua perempuan Feng Shi, supaya jangan memarahi menantunya lagi, apalagi Feng Shi amat berbakti padanya.

Tetapi ketika Feng Shi mendengar bahwa tetangganya hendak menasehati mertua perempuannya, buru-buru dia mencegah niat mereka, dengan penuh ketulusan dia berkata : “Ibu-ibu sekalian, kakak-kakak sekalian, maksud baik anda sekalian, saya sudah memahaminya, sungguh berterimakasih pada kalian semuanya. Tetapi mertua perempuanku memarahi diriku, ini dikarenakan saya tidak melakukan pekerjaan dengan baik, tidak mampu melakukan seperti yang diinginkan mertuaku, saya akan memperbaikinya agar bisa lebih baik lagi. Tetapi jika kalian pergi menasehati mertua perempuanku, ini berarti mertuaku telah bersalah, bukankah ini menciptakan lagi dosa akibat tidak berbakti, dengan demikian ini juga merupakan dosaku sebagai seorang menantu”.

Mendengar Feng Shi menyalahkan dirinya sendiri, para tetangganya juga merasa terharu, jelas-jelas mertua perempuannya yang tidak baik, namun menantunya tidak tega mengungkapkan kesalahan mertuanya, malah melimpahkan tanggung jawab ini kepada dirinya sendiri, maka itu mematahkan niat tetangganya yang ingin menasehati mertua perempuannya, mereka akhirnya membubarkan diri pulang ke rumah masing-masing.

Selanjutnya Feng Shi lebih mencurahkan perhatian dalam meladeni mertua perempuannya, ketika Wu Zi-gui melihat istrinya begitu berbakti, dia juga merasa amat terharu, terhadap ibu tirinya dia juga jadi ikut memiliki rasa bakti dan hormat.

 Kemudian kedua adik laki-laki Wu Zi-gui, juga sudah tiba pada usia menikah, ketika istri mereka memasuki rumah Keluarga Wu, Feng Shi memperlakukan mereka bagaikan adik kandung, menjaga serta mencurahkan perhatian. Kemudian mertua perempuan memperlakukan kedua menantunya juga sangat tidak baik, tidak ada yang berkenan di hatinya, melihat segalanya adalah salah, selalu saja mencari gara-gara supaya dia bisa memberi pelajaran pada mereka. Asalkan mereka melakukan sedikit kesalahan saja dan terlihat oleh si mertua perempuan, maka dia akan segera memarahi mereka dengan kata-kata kasar, sehingga mereka sulit menahan diri.

Kedua istri adik laki-laki Wu Zi-gui yang berkepribadian baik, bersahaja, jujur dan tulus, setelah mendapat perlakuan dari mertua perempuannya, dalam hati mereka merasa amat menderita, tetapi tidak tahu harus bagaimana. Maka itu bagaimanapun tindakan mereka selalu disalahkan, mertua perempuan juga mengerutkan wajahnya pada mereka, meskipun mereka telah berhati-hati dan mawas diri, juga tetap dimarahi. Setelah melewati satu kurun waktu, kedua istri adik laki-laki Wu Zi-gui sudah tidak sanggup menahan diri lagi, merasa bahwa hari-hari susah sedemikian akan sulit berakhir, maka itu mereka berjanji untuk mengakhiri hidup bersama-sama.

Untunglah Feng Shi yang selalu mencurahkan perhatian pada kedua adik iparnya, menemukan mereka hendak bunuh diri, dia segera menasehati dan menghibur mereka, supaya mereka jangan berputus asa. Dia berusaha memberi nasehat pada mereka : “Kakak ipar tahu bahwa hati kalian merasa begitu tersiksa, hanya saja kalian tidak sepatutnya bertindak bodoh, mencari jalan pintas! Di rumah masih banyak anak-anak kecil yang lucu, bagaimana kalian bisa begitu tega meninggalkan mereka dan tidak ada yang mengurus mereka?”

“Kini mertua juga sudah berusia lanjut, kesehatan mereka juga sudah tidak baik lagi, emosi mereka tak terkendali merupakan hal yang sulit dihindari, kita tidak sepatutnya menaruhnya di dalam hati. Coba pikirkan mertua perempuan kita dalam usia muda sudah menikah masuk ke dalam keluarga ini, harus mengurus tiga bersaudara yang masih kecil, keadaan keluarga juga sangat miskin, makan selalu tak kenyang, mertua perempuan harus sibuk sepanjang hari, hingga makan pun tak kenyang, menahan lapar dalam cuaca yang dingin, sungguh tidak mudah! Apalagi hingga usia tua begini masih belum memiliki anak kandung, hatinya tentu merasa sedih sekali!”

“Lagi pula suatu hari nanti kita juga akan menjadi tua! Ketika kita tua, bukankah juga berharap agar putra putri dapat berbakti, bukan? Pepatah berkata, memperlakukan orang tua adalah serupa dengan menghadapi anak kecil. Anak kecil setiap hari menangis dan ribut, kita tidak pernah menyalahkannya, malah dengan penuh kesabaran membujuknya dan menjaganya. Sekarang, mertua perempuan kita juga bertabiat serupa, mengapa pula kita tidak dapat menurutinya? Asalkan kita dapat menunaikan kewajiban kita sebagai menantu, meskipun orang tua tidak mengakuinya di mulut, namun di hatinya juga merasa terhibur. Suatu hari nanti mertua perempuan pasti akan tergugah……..”

Demikianlah Feng Shi menasehati mereka dengan panjang lebar, sehingga kedua adik iparnya menghapus niat mereka untuk bunuh diri lagi, juga mendapat pengaruh dari Feng Shi, bersedia mengikuti jejak baktinya.

Sejak itu ketiga menantu itu saling bekerjasama dan saling dukung mendukung, terhadap mertua perempuan, mereka mengerahkan segenap kemampuan untuk berbakti, tak peduli bagaimanapun dimarahi mertua, mereka tetap bersatu hati melakukan apa yang terbaik sebagai kewajiban seorang menantu, menjaga mertuanya, tiada keluhan sama sekali.

Mertua perempuan yang melihat ketiga menantunya begitu berbakti padanya, perlahan dia mulai menyesali sikapnya selama ini dan mulai berubah, jika terpikir kebiasaannya memarahi dan memukuli mereka, namun mereka tidak pernah melawan sekalipun, tidak membencinya, bahkan tanpa keluhan mengerahkan segenap usaha untuk meladeni dirinya, setiap saat menghibur dirinya agar merasa gembira, meskipun anak kandung sekalipun, juga belum tentu bersikap serupa ini pada dirinya! Sejak itu mertua perempuan merasa amat malu pada diri sendiri, juga merasa sangat menyesal, mengalirkan air mata keharuan.

Kemudian sikap mertua perempuan terhadap ketiga menantunya, berubah total, seperti terhadap putri kandungnya sendiri, bukan saja tidak marah-marah lagi, bahkan juga mencurahkan perhatian pada mereka, sejak itu Keluarga Wu diliputi keharmonisan, tata krama keluarga bangkit kembali. Seluruh penduduk dusun, juga ikut terpengaruh, sejak itu prilaku bakti mulai meliputi seluruh penghuni dusun, saling menghormati dan hidup secara harmonis. Kedua adik laki-laki Wu Zi-gui dan istri mereka masing-masing, oleh karena memperoleh pengaruh dari Feng Shi yang juga pernah menyelamatkan mereka dari usaha bunuh diri, akhirnya menganggap Feng Shi bagaikan ibu kandung mereka.

Sejak jaman dahulu hingga sekarang, melihat kesalahan yang dilakukan orang lain, bukan saja tidak menyalahkannya, malah masih dapat membimbingnya, bahkan seorang pria yang terpelajar sekalipun akan sulit melakukannya. Sedangkan Feng Shi hanyalah seorang gadis, namun dia dapat memberikan teladan dengan tindakan nyata, takkan mengungkapkan keburukan mertua perempuannya, malah menggunakan hati baktinya untuk mempengaruhi kedua adik iparnya, menggugah mertua perempuannya, sehingga mengharukan seluruh penduduk dusun, meskipun dia belum mengecap pendidikan, namun dia dapat disebut sebagai orang yang memahami kebenaran!

Tempo dulu ada kisah mengharukan tentang “Da Shun berbakti pada ayahbunda, baktinya menggugah Sang Langit”, siapa yang menduga setelah tiga ribu tahun kemudian, masih ada Feng Shi yang merupakan sosok yang memiliki hati bakti yang tulus, andaikata membiarkannya mengecap pendidikan di bangku sekolah, maka apa sulitnya bagi dirinya untuk memahami ajaran para insan suci dan bijak?                    





吳馮感化

明朝的時候,有一戶吳子桂的人家,家裡十分貧苦,母親很早過世,留下兄弟三人與父親相依為命。後來,父親娶張氏為妻,可張氏卻是一個性格暴躁,又喜歡辱罵人的人,對兄弟三人也不能善加照顧。

吳子桂到了婚齡時,娶一位姓馮的女子為妻。馮氏自小孝順父母,勤勞善良,不但性情溫和,為人又通情達理,倍受鄰人們的贊賞。

待馮氏嫁到吳家後,很勤苦地操持家務,不論寒暑,每天都早早起來燒火做飯、灑掃庭除。夏天,天氣十分炎熱,吳馮氏除了打理家務外,還要跟丈夫一起到田地勞動,常常是一身的汗水、泥污。冬日,天寒地凍,吳馮氏也仍不懈怠,每日勞作不息,縱然雙手因寒凍長了凍瘡,裂口流了血,疼痛難忍,吳馮氏也未吭過一聲,仍在冰冷的河水裡洗一家人的衣服。回來後,又劈柴生火,做好飯食,照顧一家飲食。

雖然很辛苦,吳馮氏卻從未叫過苦,盡心照顧婆婆,不僅三餐儘量做好吃的飯食奉養婆婆,每晚,還為婆婆端上洗腳水,給婆婆泡腳、按摩,方方面面儘量給老人家最好的照料。而吳馮氏自己的生活卻十分儉樸,吃著粗劣的飯食充飢,身上的粗布衣服,也常常是補了又補。

雖然吳馮氏如此孝敬,婆婆張氏卻對吳馮氏很是挑剔。由於張氏原本性格就急暴易怒,因此稍有不順意,婆婆便會大發脾氣,橫眉瞪眼地辱罵、訓斥她。而時常,婆婆罵的話還很不入耳,連左鄰右舍都聽不下去。

每日,婆婆難有好臉色對吳馮氏,時常陰沈著臉,令人畏懼。可即便如此,吳馮氏也未有絲毫埋怨不滿,對婆婆的挑剔、虐待,都一一順承下來,還很耐心地安慰婆婆,極力讓婆婆順心、滿意。

左鄰右舍因為經常聽到張氏對吳馮氏辱罵、呵責,都覺得婆婆對媳婦太過刻薄,長久下來,心中都有不忍。於是有一天,鄰居的婦人們相約著要去勸說婆婆張氏,不要再辱罵媳婦,難得吳馮氏如此孝心。

可當吳馮氏聽說大家要去勸說婆婆時,卻連忙制止了鄰婦們,懇切地對她們說:「大娘、嬸嬸、姐姐們,你們的好意,我心領了,真是很感激大家。只是婆婆罵我,是因為我做得不好,不能順承婆婆的意思,我會再改進。但如果各位來勸我的婆婆,則表示是婆婆錯了,這未免要犯了不孝的大罪了,這樣,就是我做媳婦的罪過了。」

聽到吳馮氏誠懇的自責,鄰婦們也很受感動,明明婆婆做得不好,媳婦卻不忍彰顯婆婆之過,還把責任攬到自己身上,因此也都打消了勸說張氏的念頭,各自回家去了。

之後,吳馮氏更是盡心侍奉婆婆,沒有怨色,當吳子桂看到妻子如此孝順時,自己也倍受感動,對繼母更為孝敬。

後來,吳子桂的兩個弟弟,也相續娶了妻子,兩位妯娌嫁過來後,吳馮氏對她們就像親妹妹一樣照顧關懷。然而,婆婆張氏對這兩位媳婦也很不好,不是看這個不順眼,就是看那個不合意,總要找一些事來教訓她們。她們若是稍有差池,張氏看到,就大發雷霆,辱罵她們,使她們難堪。

兩位弟媳生性善良樸實,受盡了婆婆的虐待後,內心既委屈又痛苦,可又不知該怎麼辦。似乎怎麼做都不對,婆婆每天都要板起臉孔對自己,就算再小心謹慎,也仍要被責罵。過了些日子,兩位弟媳實在是受不了了,覺得這樣的日子沒有出期,就生起了輕生的念頭,相約著要去上吊自殺。

幸得吳馮氏平日一直關心照顧兩位弟妹,當發現弟妹們要自盡時,馬上給予勸解安慰,使她們不要輕生。苦口地勸解她們說:

「嫂嫂知道你們心裡很苦,很委屈,只是也不該那麼傻,尋短見啊!家裡還有那麼可愛的孩子,怎麼忍心丟下他們呢?

「如今,婆婆年紀也很大了,身子骨又很不好,脾氣大一些也是難免,我們不要往心裡去就好了。想婆婆,年紀輕輕嫁過來,就要照顧三個孩子,家裡又窮苦,有上頓沒下頓,婆婆整日忙裡忙外,卻連飯也吃不飽,跟著挨餓受凍,實在說也很不容易啊!況且到老了,她還仍沒有自己的骨肉,她心裡也苦啊!

「再說,你我也都有老的時候啊!到老了,不也希望兒女能孝順嗎?人家說,對待老人,就要像對小孩子一樣。孩子天天哭鬧,我們也不曾嫌棄,還會耐心哄他照顧他。現在,婆婆也不過發些脾氣,我們又怎麼不能順承呢?只要我們能盡到媳婦的本分,她老人家雖然嘴上不說,心裡也會感到安慰的。終有一天,婆婆也是會感動的……」
如此,吳馮氏很委婉曲折地勸解了一番,使兩位弟媳都放棄了自殺的念頭,也受到吳馮氏的感化,願意與她一同盡孝。

從此之後,三位媳婦齊心協力,對婆婆盡心侍奉,不論張氏如何打罵,她們仍一心做好自己媳婦的本分,照顧婆婆,沒有半句怨言。

婆婆張氏在三位媳婦的至誠孝敬下,漸漸也悔悟了,想到自己平時那麼打罵她們,她們不但不頂嘴、不記恨,還能沒有怨言,盡心地奉侍自己,處處讓自己歡喜,就算自己的親生骨肉,也未必能這樣啊!由此,張氏生起了很大的慚愧心,也流下了後悔、感動的眼淚。

此後,婆婆對三位媳婦,一改往常態度,像對自己的親生女兒一樣,不但不再辱罵,還對她們關懷有加,吳家從此一片和樂,家風重振。整個鄉里,由此也受到感化,頓時孝敬之風吹遍鄉里,上敬下和,一片和睦的氣氛。而吳馮氏的兩位弟媳,因為覺得嫂子對自己有再生的恩德,便把吳馮氏當作母親一般看待。

自古以來,遇到別人有錯,不但不責備,還能引咎自責,連讀書的男子都難得能做到。吳馮氏身為一介女子,卻能以身作則,不彰顯婆婆之過,還用自己的孝心,感化弟媳,感化婆婆,感動鄉里,雖未讀書,卻可稱為明理之人啊!

「大孝終生慕父母」。古來有「大舜事親,孝感動天」的感人故事,誰料想三千年後,還有吳馮氏這樣真誠的孝敬之人,倘若使她讀書聞道,又何難與古聖相媲美呢?